lahirnya seorang pejuang biru

Pada suatu hari di Bandung, Saya dan teman-teman baru saja menyelesaikan sesi olah raga pagi. Keringat bercucuran sangat derasnya mungkin bila diperas akan mencukupi pengairan sawah disekitar rumah Saya, kebetulan hari itu adalah hari minggu dimana tim kesayangan warga Bandung, Persib Bandung akan melakoni pertandingan kandangnya melawan Persekabpas Kabupaten Pasuruan. Teman Saya yang kebetulan merupakan bobotoh (suporter) Persib mengajak Saya untuk menghadiri suatu prosesi yang sangat sakral itu (menonton Persib). Kebetulan waktu itu Saya masih kelas 1 smp dan Saya juga kurang begitu mengikuti perkembangan sepak bola nasional, karena yang Saya tahu waktu itu sepak bola di Indonesia itu cuma kekerasan yang ditonjolkan. Dengan ijin orang tua untuk bisa mengikuti pertandingan itu, Saya dan teman-teman pun berangkat ke Stadion Siliwangi. Ini merupakan peristiwa dimana Saya pertama kali menginjakan kaki di Stadion yang penuh aroma biru dengan keantusiasannya terhadap tim sepak bola. Jujur saja Saya cukup merasakan 'merinding' dengan suasana itu, karena saat Saya nonton Indonesia vs Singapore di final piala tiger memang saat itu sangat penuh hampir dihadiri 100 ribu orang, tp Saya tidak merasakan atmosfer seperti di sana. Saat itu Indonesia kalah 1-3 dari Singapore, ingat betul dalam memori Saya dimana terjadi sedikit kericuhan setelah pertandingan, teman-teman dari Benteng Viola melemparkan botol yang berisi air kencing dari tribun atas mengenai penonton 'bule' yang sedang menonton, tragis memang tapi saya akui hal itu masih sering terjadi di stadion mana pun di Indonesia termasuk di Bandung.

 

Beauty of Palalangon

Ketika itu sedikit dingin, sedikit gelap dan sedikit menakutkan, ya Saya berada di dalam kelas pelajaran gizi waktu itu. Horror memang karena dokter yang mengajar kerap kali mengincar mangsa untuk memberi pertanyaan yang sangat membingungkan dan membuat galau. Benar saja ketakutan Saya menjadi kenyataan dan mimpi buruk bagi teman Saya yang bernama Derry, dia ditanya pertanyaan bertubi-tubi dan berantai. Saya yang berada tepat disampingnya itu, tiba-tiba menjadi patung, tatapan kosong menghadap buku sambil berharap si Derry bisa menjawab semua pertanyaan, karena ada gosip bila tidak bisa dijawab, orang disampingnya lah yang akan ikut kena guyuran pertanyaan. Untungnya Derry dengan gagahnya melahap semua pertanyaan dengan benar. Sang dokter pun langsung men-skill Derry dengan berbicara "kamu ko pinter banget sih" Derry pun riang gembira mendengarnya, Saya pun ikut senang karena tidak jadi terkena imbasnya.